Proses Penyidikan Tentang Perkara Kesaksian Palsu Menurut Pasal 242 KUHP
Main Article Content
Abstract
Kesaksian palsu merupakan persoalan serius dalam proses peradilan pidana karena dapat mengaburkan fakta hukum serta menghambat terwujudnya keadilan. Pasal 242 KUHP telah mengatur ancaman pidana bagi saksi yang terbukti memberikan keterangan palsu di bawah sumpah, namun praktik di lapangan sering kali menunjukkan adanya penyimpangan prosedural. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis proses penyidikan terhadap saksi yang memberikan kesaksian palsu, mekanisme koordinasi antar aparat penegak hukum, serta kewenangan pihak-pihak terkait dalam penerapan sanksi. Metode yang digunakan adalah penelitian yuridis normatif dengan pendekatan deskriptif-analitis, melalui kajian terhadap peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, dan literatur hukum. Hasil pembahasan menunjukkan bahwa penyidikan perkara kesaksian palsu harus mengacu pada KUHP dan KUHAP, khususnya terkait pemeriksaan saksi, prosedur penahanan, serta peran hakim dalam mengeluarkan penetapan. Namun demikian, praktik di lapangan masih ditemukan pelanggaran, seperti penahanan saksi tanpa penetapan hakim, sebagaimana terjadi pada kasus Tommy Soeharto. Hal ini menegaskan pentingnya koordinasi fungsional antara penyidik, penuntut umum, dan hakim dalam kerangka integrated criminal justice system. Profesionalisme aparat penegak hukum menjadi faktor utama untuk menjamin penyelesaian perkara kesaksian palsu sesuai dengan prinsip keadilan dan kepastian hukum.
Downloads
Article Details

This work is licensed under a Creative Commons Attribution-ShareAlike 4.0 International License.